Senin, 17 Maret 2014

Kisah Motivasi-Kisah Pemimpin Umat Berkhutbah dan Ayam Jago

Suatu hari di rumah ibadah, seorang pemimpin umat sedang ber-kothbah dihadapan ratusan umatnya. Ditengah kothbahnya, dia berkata dengan keras,
Kisah Motivasi-Kisah Pemimpin Umat Berkhutbah dan Ayam Jago

"Wahai saudara saudara ku sekalian yang terkasih... Jika kita ingin memberi kepada sesama hendaknya kita memberikannya yang terbaik. Semua milik kita pun sebenarnya adalah milik Tuhan, kita cuma dititipkan saja,"

Beberapa saat kemudian tausiah selesai. Pemimpin umat ini dikerumuni umatnya. Disela-sela kesibukannya, ada anaknya yang hari itu ikut mendengarkan kothbah ayahnya. Senang sekali si anak mendengarkannya, namun si anak ingat bahwa ia berjanji bertemu dengan teman yang dari luar kota. Dengan segera si anak berpamit pada ayahnya.

Benar saja, belum lama ia tiba dirumahnya ternyata teman dari luar kotanya sudah tiba. Mereka ngobrol-ngobrol. Di tengah asyik mencicipi snack dan softdrink, sang teman menanyakan,

"Itu ayam jago siapa? Bagus tuh,"

Si anak bertanya,

"Emangnya kamu mau ayam jago itu?"

Dengan senang sang teman menjawab,

"Ya maulah,"

Dijawab lagi oleh si anak,

"Ya udah, ambil aja,"

Beberapa saat kemudian, sang teman berpamitan pulang. Sekembalinya dari rumah ibadah, si ayah menanyakan pada anaknya apakah tadi meliat ayam jagonya. Si anak menjawab bahwa barusan ayam jago tersebut telah diberikan pada temannya karena temannya menginginkannya.

Tiba-tiba tangan si ayah mendarat dengan keras dipipi si anak. Si anak bertanya,

"Bukankah ayah tadi ber-kothbah bahwa jika kita memberi harus yang terbaik? Semua milik Tuhan, kita pun hanya dititipkan!"

Namun dengan wajah yang tetap sangar si ayah berteriak,

"Bodoh kamu! Itu cuma kotbah! Hanya untuk kita katakan, bukan kita lakukan!"

Si anak menangis dan berlalu. Konon, sejak itu ia tidak mau mendengar kotbah ayahnya lagi.

***

RENUNGAN:

Kadang perkataan tidak sejalan dengan perbuatan.

Kisah Motivasi-SHAY

Kisah Motivasi-SHAY
Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:

Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku?

Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu. Ayah tersebut melanjutkan: “Saya percaya bahwa, untuk seorang anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia”

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:
Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,”Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?” Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.

Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, “kami telah kalah 6 putaran dan sekarang sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.

Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.

Pada kondisi yg seperti ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka? Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay. Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.

Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset, Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher tersebut kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.

Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan mudah melempar bola ke basement pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir. Sebaliknya, pitcher tersebut melempar bola melewati basement pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, “Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!”. Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.

Semua orang berteriak, “Lari ke base dua, lari ke base dua!” Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.

Semua yang hadir berteriak, “Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay” Shay mencapai base ketiga saat seorang pemain lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, “Shay, larilah ke home, lari ke home!”. Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.

Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan kedalam dunia. Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.


Sebuah pepatah bijak yang mungkin seringkali kita dengar: sekelompok masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

Kisah Motivasi - Mimpi ( a Dream)

Hari pertama kuliah, seorang professor di kelas kami memperkenalkan dirinya dan menantang kami untuk lebih mengenal seseorang yang sebelumnya belum pernah kita kenal. Aku kemudian berdiri dan melihat sekeliling, dan pada saat itu sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku berbalik dan mendapatkan seorang wanita tua bertubuh kecil dengan rambut ikalnya menatapku dengan wajah yang tersenyum.

Dia berkata, “Hai, tampan. Namaku Rose. Umurku enam puluh tujuh tahun. Bolehkah aku memberimu sebuah pelukan?” aku kemudian tertawa dan menjawab dengan senang, “Tentu saja kamu boleh!” dan dia pun memelukku dengan hangat.

Mengapa kamu berada di kampus ini pada usia ini?” tanyaku.

Sambil bercanda, dia menjawab, “Aku ada disini untuk mencari suami yang kaya, kemudian kami menikah, memiliki dua orang anak, kemudian kami mengambil pensiun dan melakukan travelling.”

“Ayolah yang serius.” tanyaku lagi. Aku begitu sangat penasaran, hal apa yang telah memotivasi dirinya untuk berani mengambil tantangan ini di usianya yang tidak muda lagi.

“Aku selalu bermimpi memiliki pendidikan yang tinggi di sebuah universitas dan saat ini aku sedang melakukannya!” dia kemudian memberitahuku.

Seusai kelas, kami berjalan ke ruangan aula dan saling berbagi milkshake coklat. Dengan begitu cepat kami menjadi teman. Setiap harinya selama tiga bulan berikutnya kami selalu meninggalkan kelas bersama-sama dan mengobrol tanpa henti. Aku selalu seperti terhipnotis untuk mendengarkan “mesin waktu” ini pada saat ia membagi segala kebijaksanaan dan pengalaman-pengalamannya kepadaku.

Selama tahun pelajaran itu, Rose menjadi seorang ikon kampus dan kemanapun dia pergi dia selalu begitu mudah untuk mendapatkan teman. Dia begitu menyukai segala perhatian yang ia dapatkan dari siswa-siswa lainnya, yang menurutnya adalah sebuah anugerah.

Pada akhir semester, kami mengundang Rose untuk memberikan sebuah pidato dalam pembukaan pertandingan sepakbola di kampus kami. Aku takkan pernah bisa lupa apa yang telah ia ajarkan untuk kami. Ia dipanggil dan diperkenalkan ke seluruh siswa, dan ia kemudian melangkah menaiki podium. Saat ia mengambil lembaran-lembaran kertas yang berisi catatan pidatonya, ia menjatuhkan tiga dari lima lembar kertas yang di pegangnya ke lantai. Dengan wajah yang agak frustrasi dan merasa malu, ia maju ke mikrofon dan berkata ringan, “Maaf, aku merasa sangat gugup. Aku memberi bir ku untuk Lent dan wiski ini membunuhku! Aku takkan pernah dapat menyampaikan pidato seperti yang telah aku persiapkan sebelumnya, jadi ijinkan aku untuk menyampaikan apa yang aku tahu.”

Kami pun tertawa mendengarnya, kemudian dia mulai berkata: “Kita tidak berhenti bermain karena kita tua; kita menjadi tua karena kita berhenti bermain. Ada empat rahasia untuk membuat kita tetap muda, berbahagia dan meraih kesuksesan.””Kamu harus tertawa setiap harinya. Kamu harus mempunyai sebuah mimpi. Saat kamu kehilangan mimpimu, maka kamu ‘mati’. Ada begitu banyak orang yang berjalan di sekitar kita yang sebenarnya telah ‘mati’ dan mereka tidak menyadarinya!”

“Ada suatu perbedaan yang sangat besar antara tumbuh menjadi dewasa dan tumbuh menjadi lebih tua. Jika kamu berusia sembilan belas tahun dan berbaring di tempat tidur selama setahun penuh dan tidak melakukan satu kegiatan produktif apapun, kamu akan berubah menjadi duapuluh tahun. Dan jika aku berusia enam puluh tujuh tahun dan tetap berada di tempat tidur selama setahun dan tidak pernah melakukan apapun, aku akan menjadi enam puluh delapan. Semua orang bisa tumbuh menjadi lebih tua. Hal tersebut tidak akan mengambil bakat atau kemampuan apapun. Tapi yang terbaik adalah untuk dapat tumbuh dengan selalu menemukan kesempatan di dalam perubahan.”

“Jangan pernah menyesal. Para orang-orang yang berusia cukup tua biasanya tidak memiliki penyesalan atas apa yang telah kami lakukan, tapi lebih pada penyesalan pada apa yang tidak kami lakukan. Orang-orang yang takut akan kematian hanyalah mereka yang mempunyai penyesalan.”

Dia menyimpulkan pidatonya dengan menyanyikan The Rose dengan beraninya. Dia menantang semua dari kami untuk mempelajari lirik lagu tersebut dan menghidupkannya dalam keseharian kami.

Pada akhir tahun Rose berhasil menyelesaikan kuliahnya yang telah ia mulai sejak bertahun-tahun yang lalu.

Satu minggu setelah acara wisuda, Rose meninggal dengan tenang di dalam tidurnya.

Lebih dari duaribu siswa menghadiri pemakaman dirinya sebagai wujud penghormatan kepada seorang wanita yang begitu hebat yang telah mengajarkan dengan memberikan contoh atas dirinya. bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk menjadi semua yang kemungkinan kamu bisa.

Kisah Motivasi - Mimpi ( a Dream)

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah:
• Tidak pernah terlambat buat kita untuk belajar
• Tertawalah dan temukan segala kelucuan itu setiap harinya
• Jangan biarkan perubahan menguasaimu, tapi biarkan perubahan itu membantumu untuk menemukan kesempatan yang mungkin sebelumnya belum pernah kamu lihat.

Masa depan itu adalah milik orang-orang yang percaya terhadap keindahan impian-impiannya. (Eleanor Roosevelt)

Bermimpilah seakan kamu akan hidup selamanya. Hiduplah seakan kamu akan mati hari ini. (James Dean)

Kisah Motivasi-Berfokus Pada Kelebihan Diri Sendiri

Berfokus Pada Kelebihan Diri Sendiri/ Believe your self
Cerita berikut mengisahkan seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah dasar.

Suatu hari sang guru berkata, “Anak-anak, tuliskan tiga kelebihan kalian."

Beberapa menit berlalu, murid-muridnya nampak masih kebingungan dengan tugas dari sang guru.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras: “Kenapa tidak cepat-cepat menuliskannya! Ataukah kalian ingin kertas kalian Guru robek?” seketika mereka jadi salah tingkah.

Beberapa murid pun mulai menulis. Salah satu di antara mereka menulis di atas kertas, “Kadang-kadang patuh sama Ibu. Kadang-kadang membantu Ibu. Kadang-kadang menyuap Adik.”

Kisah Motivasi-Berfokus Pada Kelebihan Diri Sendiri

Merasa penasaran dengan tulisan murid tersebut, sang guru pun bertanya: “Kenapa tulisnya kadang-kadang?“ Dengan lugu, murid tersebut menjawab: “Memang kadang-kadang saja, Pak Guru.”

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian memberi tugas selanjutnya: “Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahan kalian atau hal-hal buruk dari diri kalian.”

Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak mulai bersemangat. Salah seorang unjuk tangan kemudian bertanya: “Tiga saja, Pak Guru?”. “Ya, tiga saja!” jawab sang guru. Anak tadi langsung menyambung: “Pak guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!”.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu?
Terkadang kita tidak sadar akan kelebihan yang ada dalam diri kita akibat lingkungan dan orang-orang di sekitar kita yang lebih sering menyampaikan kejelekan dan kekurangan kita.


Padahal semestinya kita harus mencoba untuk memfokuskan perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita. Bila dalam kenyataan kekurangan kita banyak dapat langsung disadari oleh orang, maka itu bukan alasan untuk merasa rendah diri. Lebih coba gali informasi tentang diri anda sendiri, karena pasti dalam satu hal anda memiliki suatu kelebihan.

Kisah Motivasi-Menghadapi Penyakit Kanker Dengan Cara Memasak

Selama masa-masa di mana Arthur terpaksa melewatkan waktu di UGD A.C. Camargo Cancer Center di Sao Paulo, Renato Gonzaga dan Priscila Inserra, ayah serta ibu tiri bocah ini, mendapatkan gagasan untuk menciptakan suatu kegiatan yang positif agar si buah hati bisa lebih fokus dan termotivasi dalam menghadapi penyakitnya.
Kisah Motivasi-Menghadapi Penyakit Kanker Dengan Cara Memasak
Alhasil, Arthur yang kini tengah dalam proses pemulihan dan berjalan sangat baik tersebut, memiliki acara memasaknya sendiri. Dalam segmen acara yang berjudul 'Arthur Gourmand' dan videonya diunggah di YouTube ini, kita dapat menyaksikan Arthur yang tengah memasak dan membagikan berbagai resep miliknya. Diperlihatkan bagaimana Arthur menjelaskan setiap langkah dari resep-resep makanannya dari proses pembumbuan, persiapan hingga proses memasak.
Kisah Motivasi-Menghadapi Penyakit Kanker Dengan Cara Memasak
Sikap positif dari bocah luar biasa ini juga bisa tergambar jelas di sepanjang tayangan video-videonya. Kita menjadi saksi dari sebuah kisah seorang bocah dalam merangkul hasratnya dan menenggelamkan dirinya dalam hal-hal yang dicintainya tatkala kehidupan yang dihadapinya sedang dalam masa pasang yang berat.
Kisah Motivasi-Menghadapi Penyakit Kanker Dengan Cara Memasak
Semoga kisah Arthur ini juga bisa membuat kita memetik pelajaran untuk lebih menghargai dan mencoba jadi selaras dengan hasrat yang kita miliki agar kita bisa menjadi lebih aktif untuk berupaya merealisasikannya dalam hidup kita.

Dan seperti yang dikutip dari postingan keluarga Arthur di Facebook, “Rahasia kehidupan adalah untuk membiarkan hidup membawa Anda, untuk bersenang-senang dan tahu bagaimana caranya mengubah lemon menjadi minuman limun.”